Langsung ke konten utama

didikan mama

 DIDIKAN MAMA MENJADIKAN AKU MANUSIA TANGGUH

Panasnya matahari membakar kulitku yang gelap semakin pekat, dan kubiarkan rambut keritingku terurai tanpa disisir ketika menundukkan kepala minum air dari sungai kecil yang mengalir melewati sawah tempat aku berdiri, menghilangkan haus karena matahari bertenggger pas di ubun-ubun kepalaku. 

Aku anak ke 4 dari 6 bersaudara Niku, Kefe, Nus, Rutas, Taku, dan Muti Nama yang penuh dengan arti tersendiri pemberian orang tua dengan harapan kelak menjadi orang sukses, kami keluarga sederhana  dan cukup, hidup rukun bahagia walau banyak anak, sesuai perjalanan waktu kami bertumbuh menjadi remaja. Kebutuhan kami sekeluarga meningkat, hidup pun terasa sulit penuh perjuangan. 

Apalagi seperti kami yang masa anak -anak hidup di kota Kembang Bandung Jawa Barat. Saat itu Papa diharuskan untuk kuliah dari yayasan  tempat Papa bekerja mangambil gelar BAA nya. Setelah selesai Papa kuliah kami di boyong balik ke kampung, dan saat itu Papa dapat tempat tugas yang jauh di  pulau kecil. 

Papa merasa tidak adil setelah diupgreat ke Bandung kenapa kembali  malah di buang ke pulau terpencil. Sempat mediasi menolak surat keputusan tersebut karena tidak ada kesepakatan akhirnya Papa putuskan untuk tidak pergi dengan alasan anak-anak tidak bisa di tinggalkan. 

Karena Papa menolak penempatan didaerah terpencil itu, akhirnya Papa di rumahkan tanpa terima gaji atau pensiun. Setelah beberapa waktu Papa berhenti mengajar, kesulitan hidup perlahan-lahan merambat memasuki kehidupan keluarga kami, kelaparan melanda, kudu bekerja kalau tak bekerja takkan hidup. 

Saat itu aku tahu Papa mengalami depresi ringan sebagai seorang kepala keluarga yang mengalami tekanan sana sini, kerja puluhan tahun tidak ada apresiasi apapun. Uang sekolah kami tak terbayar, kami mulai belajar, dan harus berani serta kuat menghadapi kenyataan akan kerasnya kehidupan. 

Kami mulai menawarkan diri bekerja membantu penduduk lain, hanya untuk mendapatkan uang, nggak ada rasa malu, nggak ada minder, nggak peduli omongan orang, bahkan kami dipandang sebelah mata, rasa sakit menusuk dadaku. Hal itu memacu semangatku untuk berlari mengejar waktu.

Ketika itu aku sudah duduk di kelas 3 SMP, masih ingat dalam memoriku, aku tidak punya seragam yang aku pakai adalah seragam bekas kakakk Nus. Tak apalah gumanku, yang aku andalkan adalah isi dalam kepalaku walau aku selalu di cap lemot tapi so far going easylah, 3 tahun terakhir semua sekolah se Indonesia tidak ada yang lulus 100%, hanya sekolah tertentu saja yang bisa lulus 100%. 

Ketika saya dan teman-teman sudah mendekati ujian, murid yang pintar-pintar mulai memilih sekolah mana yang akan di pilih. Aku masih berpikir, mau lanjut ke SMA atau berhenti. Kepala pusing tak dapat berpikir, waktu bergulir dengan cepat, tak terasa kami harus ikut ujian EBTANAS. 

Sekolah kami adalah sekolah swasta dekat rumah. Agar hemat biaya transport, setiap hari kami jalan kaki menuju sekolah. Tahun ini adalah tahun ke 3 dengan kelulusan yang buruk bagi sekolahku, dan kami sekarang adalah angkatan ke 4 apakah akan mengalami nasib sama atau lebih baik?. 

Saat itu aku tidak sempat berdoa atau memohon sesuatu yang muluk-muluk kepada Tuhan. Aku hanya berdoa untuk bisa makan hari ini, dan bisa bernapas serta menikmati sisa hidup, serta bisa tersenyum dengan ikhlas kepada sesama. Bisa tertawa berteriak di kebun dan gunung seakan tak ada masalah dalam hidupku. 

Belajar makan apa yang ada, kalau tidak ada  nasi atau jagung, ya pisang rebus, ubi rebuspun nikmat rasanya ditambah dengan sambal lu’at. Sambal khas orang Timor Nusa Tenggara Timur. Sambal yang sederhana tanpa di masak, semuanya disajikan mentah tanpa di masak. Tetapi rasanya aduhai, nikmat luar biasa. 

Dunia ini indah rasanya kepedihan hilang bersama pedasnya sambal lu'at, yang tiada duanya dibumi ini. Pada suatu hari, dimana hari yang paling istimewa, yang kami tunggu-tunggu, yaitu hari sabtu. Karena apapun yang terjadi, hari itu kami punya menu istimewa di banding hari yang lain.

Aku harus akui kalau kayak ku Nus.anak cerdas dan pandai. Bukan hanya di sekolah saja, tetapi juga punya talenta untuk jadi orang kaya. Kak Nus tidak pernah malu atau minder dengan kepintarannya menulis, dia menerima penulisan surat cinta. Ha ha ha . . . Ketika itu masa remaja kami, untuk menyampaikan rasa kagum kepada lawan jenis, hanya dengan cara menulis surat dengan kata-kata yang mempesona.

Karena teman kak Nus banyak, dan dari mulut ke mulut mereka merekomendasikan untuk minta tolong kak Nus untuk menulis surat cinta. Teman kak Nus yang tidak bisa menulis surat dengan baik dan juga tulisannya jelek, minta tolong ke kakakku. Kak Nus bisa menulis surat cinta yang bagus, dengan berbagai huruf yang rapi seperti seorang pujangga.

Dari hasil itu selalu disimpannya. Bila hari Jum’at tiba kakakku beli beras, kacang merah, minyak goreng, dan mulai mempersiapkan untuk menu akhir pekan, atau sabtu the special day for us family member's. 

Kak Nus juga akan pergi ke kebun bersama teman-temannya, untuk mencari sayur daun singkong, bunga pepaya, buah pepaya muda, dan yang lainnya. Pokonya semua yang ada di kebun, yang bisa kami olah menjadi makanan yang sedap. waktu itu kakak sudah kelas 2 SMA di sekolah swasta desa sebelah, kak Nus tempuh dengan jalan kaki.

Sebenarnya Kakak sempat masuk sekolah di kota, dan diasramakan. Tetapi keluar karena memikirkan kami bertiga, Aku, Taku dan Muti Ini menurutku, sebab jika aku bertanya mengapa kakak keluar dari sekolah?. Kak Nus hanya diam membisu, dan tak mau menjawabnya. 

Kakak tidak pernah masak dalam porsi kecil kalau soal sayur mayur, walau setiap pulang mencari sayur atau kayu api sering kena amukan mama. Mama tak segan memukul dan memaki-maki, bukan dengan suara pelan, tetapi dengan teriakan. Nus... uuussss....uuussss..... suara Mama menggema hingga seisi rumah mendengarnya.

Hal itu tak melunturkan niat kakakku untuk masak, walau sampai tengah malam sekalipun. intinya besok pagi sampai malam kami harus makan istimewa, daun singkong, bunga pepaya dan buah pepaya muda di masak pakai santan yang kental dengan segala rempah-rempah yang ada dikebun kami. 

Perkedel singkong, kelapa muda yang bisa diparut, atau apa saja intinya bisa dibuat untuk perkedel. Itu adalah lauk yang nikmat rasanya. Timus atau bolu pisang atau hanya nogosari semua di sediakan oleh kakakku Nus. Abang Niku saat itu sudah di kota kembang Bandung. Sedang Abang Kefe sibuk di kota, kala itu aku tidak terlalu memikirkan abangku Kefe... karena dia sekolah Asrama.

Setiap Jumat sore sampai Sabtu sore kami kumpul di rumah, menikmati hidangan istimewa hasil olahan Kak  Nus. Walaupun nasinya sedikit, tapi lauk dan sayur melimpah membuat kami kenyang, kebetulan kami pencinta sayur apalagi yang berkuah, dan bersantan, itu favorit keluarga hingga saat ini.

Abangku lulus dengan baik,  sedang si kak tidak ikut ujian Nasional karena tidak ada uang ujian. Ketika itu uang ujian untuk Abang, papa pinjam dari sepupuku. Dengan keadaan ini, kakak santai, tidak marah, juga tidak kecewa. Kakak “nerimo” istilah orang Jawa. Sedangkan aku berharap, bisa seperti abang, lulus juga dengan nilai yang memuaskan.

Malam itu kami makan bersama, aku tatap wajah Kakak yang tersenyum lega karena kami menikmati masakannya. Dalam diam saya tatap wajah Kak Nus dengan penuh rasa kagum. Kak Nus yang merasa saya perhatikan bertanya padaku, "kenapa?...". Aku jawab : “Kaks, aku pengen lulus juga seperti abang" 

Malam itu suasana dalam keluarga kami terasa ada sesuatu yang saya tidak bisa gambarkan situasinya, terjadi dialog diantara kami malam itu menjadi sejarah dalam hidupku kini. Aku goda kakakku Nus “Kak, meskipun kakak tidak ikut ujian, tapi kakak sudah lulus”. Masakan kakak enak-enak, kak Nus lulus jadi juru masak andalan kami. Kakak tersenyum manis padaku kala itu.

Saya lanjutkan lagi dialog malam itu, dengan berandai-andai, saya juga pasti lulus tahun depan seperti Abang. Lalu Abang bertanya padaku, "terus kalau lulus mau sekolah dimana?". Kujawab singkat "Jakarta". Mama hanya menatap dengan mata melebar. Menandakan tidak suka dengan ucapanku. 

 

Mama dan Aku dalam acara pesta keuarga


Aku pura-pura tidak melihat kode mata yang diberikan mama padaku. Papa hanya ketawa dan menjawab sekolah di tempat kakak sekolah saja, biar bisa jalan kaki ramai-ramai, bersama yang lainnya. Aku hanya tertunduk diam, nasiku nyangkut di tenggorokan. 

Mimpiku ingin lari dari kesulitan hidup ini, aku tidak tahu, apakah ini karena malu, atau aku sedang mengejar mimpiku yang sulit untuk diwujudkan karena lemahnya ekonomi keluargaku?. Atau karena keegoisan masa puber, masa mencari jati diri. Aku tidak dapat jawabannya saat itu.

Setahun berlalu, desas desus bahwa tahun ini kelulusan hanya 11,76% semua yang mengambil amplop hari itu  membuat sekolahku hujan air mata dari 37 siswa hanya 4 orang yang lulus termasuk aku salah satu dari keempat orang itu. Seakan mimpi saat aku buka amplop dan melihat tulisan “LULUS”. Seketika itu, air mata kebahagiaan menetes membasahi pipiku.

Aku berlari pulang dengan kertas di tangan "Papa... Mama... beta lulus", teriakku dari ujung jalan, gambaran kota metropolitan sudah tampak di pelupuk mata. Aku harus bisa meyakinkan Papa dan Mama untuk ke Jakarta. Siang dan malam aku hanya membayangkan aduh enaknya jadi orang Jakarta.

Tinggal sama orang gedongan, di angkat jadi anak, bisa sekolah, makan enak, beli baju, sepatu, tas. Tidak perlu lagi isi buku di dalam kantong plastik, atau jalan kaki telanjang kesekolah, dan seragam pakai bekas kakak. 

Prang . . . Mama melempar sesuatu hingga berbunyi keras kearahku. Sambil berteriak, semua pekerjaan tak ada yang beres!!!. Lagi - lagi kakak yang kena omelan dan makian mama, karena pekerjaan yang tak kunjung beres. Kalau tidak puas dengan mengomel kepada kakak.

Mama mengambil kayu, atau sapu lidi dan memukul kakak yang lagi mencuci baju atau lagi masak. Tidak peduli kena ke muka, kaki, atau badan, yang jelas nafsu setan dan amarah mama terlampiaskan, dan kakak tidak pernah berteriak, atau lari, apa lagi harus menangis kencang, itu akan memicu seribu setan mama untuk bangkit. 

“Mama akan puas kalau kak mati barangkali itu bisikku dalam hati”. Sementara itu Mama terus mengomel dengan suara keras dan lantang. "model kayak lu ini nggak akan jadi orang, sama seperti bapak mu!!!". Itulah kata-kata yang selalu terlontar dari mulut Mama kepada kami jika melakukan kesalahan dalam pekerjaan di rumah. 

Padahal kak Jely sudah berkorban untuk masa depannya, dan tikam kepala untuk mencari makan untuk kami sekeluarga, agar kami tidak kelaparan. Ketika kak Jely pulang malam, Mama akan dengan kayu besar menusuk - nusuk perut kakak dan memukul kak Jely, sambil berkata : "Kelayapan saja terus, tidak lama pulang bawa anak".

Hanya air mata yang menetes menyaksikan kakakku diperlakukan seperti itu. Aku berharap Papa bisa membantu untuk membela kakak, tetapi semua NOL. Setelah kakak di “bonggo deng kayu” orang kupang bilang (pukul dengan kayu). Kakak ambil kelapa bungkus dalam kain di panasin di api dan mulai tatobi badan biar gak sakit dan gak bengkak (tatobi = kompres), karena besok Kakak kerja akan ketemu orang. Agar luka tak terlihat orang, dan tetap melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

Hebatnya kak Nus adalah wanita hebat yang aku punya, Kak Jely adalah pahlawan keluarga kami. Tak pernah aku melihat Kakak lemah, sebagai seorang wanita, kakakku memang kuat, sangat kuat bertarung dengan kerasnya hidup juga kerasnya pukulan mama. Memang aku jarang kena pukulan, tapi bukan berarti aku tidak di pukul oleh Mama. Tetapi pukulan Mama ke tubuhku tidak sebanding dengan kakakku. Inilah resiko jadi perempuan anak tertua dalam keluarga kami. 

Setelah tamat SMP kehidupan bukan semakin enak, tapi semakin berat. Tidak punya underware yang layak pakai, tidak punya lotion meski yang paling murah sekalipun. Yang ada hanya sisa minyak kelapa yang sudah tengik yang membuat kulit mengkilat kalau kena matahari langsung meleleh... (menetes bro), keadan belum berubah, dan entah sampai kapan akan begini, dipukul lapar dan di omelin Mama hampir setiap hari.

“Kenapa kakak tidak menikah saja ya?, biar lepas dari kekerasan fisik mama.....????”. Pikirku saat itu. Pagi itu, seperti biasa, pagi sekali kakakku sudah bangun, dan masak bubur buat kami makan pagi. Sebelum berangkat kerja kakak berpesan, "Dek  di periuk ada nasi buat makan siang. Jangan lupa sendok buat Mama, Papa dulu nanti baru bagi buat kalian bertiga, dan abang punya simpan dalam kamarnya". 

Abang lebih banyak lapar menurut aku, karena kalau pulang lihat kami adik-adik lapar makanannya buat kami adik-adik semuanya. "Kakak hari ini Ada proyek baru....!” katanya pagi itu kepadaku. Ku tanya kakakku, "proyek kerja apa kak..?". Dengan tersenyum kakak menjawab, "Kakak jadi buruh batu Karang". 

"Kakak hari ini di hutan pulang nanti sore, adik jangan kemana -mana, nanti mama marah...". Pesan dan warning kak buat aku, "satu lagi tugasmu, jangan lupa cuci piring, siram halaman rumah dan sapu rumah, baju kalau sudah kering diangkat terus lipat jangan sampai mama bonggo lu....". (Bonggo lu adalah pukul kamu).

Aku lihat di jemuran sudah ada cucian yang banyak, kapan kakakku mencuci semuanya ini....????. Intinya semua sudah beres, saat itu mama sibuk dengan sapu halaman rumah yang luas, dan menyirami semua pohon yang ada di sekitar rumah kami. Bayangkan country living semua jenis rempah -rempah dan pohon ada itu akan di siram mama.

Kakak berangkat dengan pakai kaos dan kemeja lengan panjang bawa linggis dan parang yang sudah di asah, juga bekal makan sehari. Bukan nasi yang kakakku bawa, melainkan jagung katemak. “Kok tidak membawa nasi kak .....?” tanyaku pada kakak. “Hari ini, kakak membawa jagung, sebab teman yang lain bawa nasi, sayur, dan sambal serta air”.

Jagung katemak adalah makanan khas orang Timor, yaitu jagung tua yang di masak dengan di campur sayur dan kacang. Dari mana kak dapat jagung????, bisikku dalam hati. Ah paling dari proyek menulis surat cinta atau habis ngejomblangin orang. (sebab hal itulah keahlian kakakku, semua di lakukan untuk kami adiknya agar bisa makan).

Karena penghasilan dari buruh batu karang sangat minim dan kurang untuk menopang hidup kami, maka kakak juga ikut lagi proyek  pembangunan jalan kampung semua pekerjaan yang seharusnya di kerjakan laki-laki ini di kerjakan oleh Kakak perempuanku, abang juga ada dalam proyek itu, lagi-lagi agar kami tidak kelaparan karena ke dua adik ku belum mengerti dan belum bisa bekerja.

Sekarang  pekerjaan kakak perempuanku semakin berat, menjadi kuli batu karang dan kuli pembuatan jalan, rasa malu itu sudah di masukkan dalam toilet, ha ha ha . . . Aku tahu ada yang mengejek dan menghina kakak perempuanku. Tetapi, hal itu masuk telinga kiri keluar telinga kanan, dan kami tertawa sepuasnya. Ha ha ha  . . .

Kakak bekerja seharian terkena panas matahari, dan ketika bekerja badan capek, pulang  bawa uang beli beras dan masak, kadang kami sudah tertidur baru makanan matang. Itu jika kakak pulang mendapat uang untuk beli beras. Kalau tidak bawa uang pulang, pukul 20.00 WITA, Kakak baru pergi mol jagung. 

Mol jagung adalah gilingan manual untuk jagung dan harus di ulang beberapa kali agar jagung itu halus, baru masuk rumah dan di masak. Begitu masuk rumah, langsung di sambut sama omelan mama “dasar malas”, kelayapan, pulang malam, baru mau masak, dan bla... bla... bla... dan bla... bla... bla... dan bla... bla... bla... bersyukur tidak kena bonggo kayu dari Mama.

Ketika adegan kakak diomelin sama Mama, aku dan kedua adikku akan duduk di pinggir tungku api, untuk menjaga api tetap menyala supaya masakan cepat matang. Abang tidak suka mendengar mama mengomel, dan juga tidak bisa melarang Mama untuk tidak mengomel. Jadi setiap Mama mengomel kepada kakak perempuanku, abang langsung pergi menghindar. Jadilah Kakakku lagi yang menjadi sasaran Mama mengomel malam itu. 

Rasanya aku mau marah dan benci mama, rasanya Aku mau bentak mama, dan bilang kalau Kak kerja capek tapi itu sama dengan masuk dalam lubang singa. Ada satu hal yang membuat keluargaku hidup rukun dan damai, walau Mama tukang marah-marah. Semua itu karena apapun sulitnya hidup, ada makan atau tidak, ketika waktunya makan, kami pasti kumpul untuk makan bersama.

Pagi ini seperti biasanya, seperti tak ada masalah atau kesakitan sama sekali. Walaupun baru tadi malam kami dipukul Mama ramai-ramai, kakakku tetap bernyanyi riang sambil melipat baju yang belum dilipat, dan sambil menyiapkan baju-bajunya, aku hanya melihat kak Nus memasukan baju ke dalam tas, apakah hari ini kakak mau lari dari rumah?. Bisikku dalam hati.

Tetapi bibir masih keluh, untuk menegur kak Nus yang baik hati. Hari ini kak tidak ke mana-mana apa rencana kak ya...! kalau kasih tahu mama, wah kakak bisa di sate. Aku sedih tapi tidak bisa berbuat banyak, saat mama mau pergi kak cepat-cepat mandi, sebelum mama keluar pintu kak pamit mau ke kota sama teman - teman. 

Awalnya mama mencak-mencak tapi karena harus pergi. Jadi, kakak selamat kali ini, baju merah celana putih kak langsung bergegas pergi. "Kakak mau ke Alor ada proyek baru", Kakak bicara padaku penuh semangat seakan kesuksesan sudah di depan mata. "Kapan pulang kak?", Tanya ku. Jawab kakak singkat, “kalau proyek selesai”.

Sambil berjalan menuju pintu keluar, kakak berpesan "Jangan nakal, biar tidak di pukul mama, ingat cuci piring, sapu rumah, siram tanaman, dan cuci baju semuanya ya?. Kakak harus bekerja biar bisa makan". 

Aku hanya mengangguk lemah tanpa kata, sekarang tugas di pundak ku dong?, apa aku sanggup?, apakah aku juga siap di hujani kayu setiap hari?. oh nasib, “nasibku kok jelek amat Tuhan” guman ku dalam hati. Enam bulan sudah terlewati, belum juga ada tanda-tanda Kakak pulang.

Selama enam bulan itu rumah terasa sepi, kelaparan semakin terasa, kalau abang ada rejeki beli beras, aku tidak tahu memasak sayur dan lauk seperti kakak. Praise the Lord so far kami bertahan hidup. Aku ingat banget, saat sudah tidak ada lagi makanan, Mama ajak Muti pergi kerumah kerabat dan minta jagung yang sudah fufuk (rapuh atau rusak) dengan alasan untuk makanan ayam, setelah di rumah mama menumbuknya berkali-kali hingga bersih, dan jadi jagung bose tapi sama saja bau fufuknya masih terasa walau di olah seperti apapun.

Tuhan inikah jalan hidupku dan keluargaku...? pertanyaanku dalam doa pada Tuhan malam itu. Seperti lepas dari penjara, saat pulang dari kebun melihat kakak sudah di rumah, sudah ada makanan di atas meja. Bukan hanya senang karena kak pulang, tetapi karena ada Makanan di atas meja. 

Kembali lagi dengan proyek yang sama, yang jelas adalah kakak sudah siap badan untuk kena bonggo ulang dari mama, karena memukul kami, memarahi kami, dan mencaci kami, adalah hoby mamaku.....(efek dari depresi,  aku baru tahu setelah aku menjadi seperti sekarang ini, tapi syukur mental kami tidak rusak tapi menjadi petarung-petarung tangguh red).

Setelah kembali kaks kembali ke profesi awal, menjadi kuli batu karang, dan kuli tinta menulis surat cinta😂,  bertani sayur dan bawang, dari penghasilan itu lumayan nambah pemasokan dapur kami. Beban berkurang pekerjaan itu di geluti selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya kaks memutuskan untuk menikah. 

Mungkin ini jalan terbaik untuk lepas dari jajahan mama, yang menurutku lebih kejam dari masa penjajahan Jepang dan Belanda pada masa sebelum Indonesia merdeka. Ha ha ha... Setelah menikah masih saja kakak di omelin, mama tidak segan juga memukul kakak dihadapan suaminya, kasian si kaks akhirnya keputusan berdua pindah tinggal di rumah kebun.

Di hutan di sana mereka bekerja serabutan karena iparku juga no kerja alias pemuda pengangguran, yang setiap malam duduk di jalan mabuk sampai pagi. Di sini mereka kerja serabutan untuk tetap hidup. Setelah  manjalani pernikahan dan tinggal di kebun kaks nggak pernah lupa kebutuhan kami selalu di siapkan Mama Papa, juga sudah mulai beraktifitas lagi bersama suami. 

Dua tahun pernikan, kak Nus hamil 8 bulan dan memutuskan kembali ke pemukiman, setelah lahir messe bayi mungil keponakanku. Kehidupan berubah dari memiliki satu ekor sapi, bertambah, bertambah dan membantu kakak dan ipar membuka usaha kecil. 

Tahun 1994 akhirnya Kakak mengambil ujian persamaan SMA dan di tahun yang sama juga kak di panggil mengajar di sekolah swasta di desa kami dan mengikuti Summer School/ sekolah musim panas wisuda Diploma tahun 1998. 

Kakak melanjutkan kuliah untuk S1 dan selesai juga ,Sekarang kakak lagi melanjutkan ke S2. Woooooowww........ sesuatu yang tak dapat terlupakan, tak ada kebencian, tak ada dendam, tak ada trauma, karena kami yakin manusia berusaha keras dan Tuhan yang menentukan nasib kita. Kini kami hidup dengan berkecukupan dengan profesi kami masing-masing, bersama kedua orang tua kami yang sudah sepuh. 

Karena belajar hidup di masa lalu menjadikan kami manusia yang berhasil baik moral maupun ahklaknya. Aku takkan berhenti mengejar mimpi ku hinga aku mengapainya. Tuhan terima kasih atas semua karunia ini. Terima kasih atas hadirnya Mama dan Papa yang tangguh bagi kami semua. Pengorbanan Mama dan Papa kini kami rasakan dan menjadikan pelajaran berharga bagi kami semua. Terima kasih Tuhan!.


Profil Penulis

  Nama Sosyati Rutas Ataupah Amk

Pendidikan :

1. SD Advent Desa Ponain Kabupaten Kupang, Lulus Tahun 1986

2. SMP Advent Desa Ponain Kabupaten Kupang, Lulus Tahun 1989

3. SMA Kristal Dilli Timor Timur Lulus Tahun 1996

4. Universitas Advent Indonesia Bandung Lulus Tahun 2005

Terlahir sebagai anak ke-empat dari pasangan Bapak R. Ch. Ataupah, BAA dan Ibu Fransina Noni-Ataupah.

Pekerjaan saat ini sebagai kepala unit di Rumah Perawatan Usia Lanjut Kristen Bogor sejak tahun 2018. Mulai Alton bekerja pada bulan Juni 2005 Bermula dari special Nurse.

Mulai aktif menulis, mengikuti kuliah online WAG MBI bersama ibu guru cantik Bunda Lilis Sutikno, guru inspirasi NTT. Pada Agustus 2020.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terima kasih

 Terima kasih Bapak dan Ibu Guruku di KELAS WAG MENULIS BUKU INSPIRASI “Terpujilah engkau Ibu Bapak Guru namamu akan selalu hidup dalam sanubariku, Semua baktimu akan  kuukir didalam haiku, sebagai prasastri trima kasihku  untuk pengabdianmu, Engkau bagai pelita dalam kegelapan engkau  laksanan embun penyejuk dalam kehausan engkau patriot  pahlawan bangsa TANPA TANDA JASA” * * * Sebait lagu hymne guru yang selalu kita kenang pada kebaikan dan jasa seorang guru diatas, saya persembahkan kepada para guru saya di KELAS WAG MBI (Kelas WhasAap Group Menulis Buku), beliau adalah para narasumber hebat dan motivator dalam dunia menulis buku; Bunda Lilis, Bapak Sahat, Bapak Nengah, Bapak Thomas, Bapak Eko, Bapak Taufiq.  Senang, bahagia dan terharu menjadi bagian dari KELAS WAG MBI (Kelas WA-Group Menulis Buku Inspirasi) yang dipelopori oleh Ibu Guru Cantik, Guru Inspirasi NTT, Bunda Dra. Lilis Ika Herpianti Sutikno, SH. Beliau guru desa Besmarak pada SMP Negeri 2 Nekamese, Kabupaten Kupang Nus

inilah aku Tuhan

It,s me Lord choose me Di tulisanku yang lalu aku pernah tulis tentang bagai mana Tuhan sudah menuntun Aku melewati semua persoalan hidup yang Aku hadapi....baik itu masalah suka,duka dan nestapa sekalipun (menurut ku) Kali ini Aku mau menulis tentang God way for me Setelah berjuang mengalahkan masalah dan selesai kuliah rasanya merdeka lepas dari penjara Masuki tahap kerja awal yang menyenangkan,saat tamat langsung terbang dari kota kembang ke kota metropolitan,,,,dengan harapan bisa langsung mendapatkan pekerjaan itu mimpi,kenapa aku bilang mimpi karena aku tamat jadi seorang perawat tapi gak ada bukti karena ijazah aku masih di sandera di kampus karena masih punya tunggakan kurang lebih 8 juta,,,,but you know before im leaved my kampus i say,,,,,🙏 Tuhan aku siap bekerja walau tanpa bayaran yang penting aku bisa makan dan menyambung hidup hanya itu yang ada di pikiran gak mimpi mau jadi orang sukses dan kaya (mungkin aku paling bodoh tak ber pikir jadi orang sukses dan kaya have no